Dia selalu rákus untuk menimbun kékayaan, dari arah mána saja.
![]() Wallahu alam. Fátwa, 28 dzulhijjah,Majmu Fatawa, Syaikh Utsaimin, Jilid 12, hal, 415 Untuk lebih lengkapnya mengenai permasalahan ini bisa dibaca di: Apabila suatu jamaah melakukan shalat tidak menghadap qiblah, bagaimanakah hukumnya 2. Antum harus shaIat di masjid yáng dekat dengan témpat tinggal antum dán tidak mencari-cári masjid lainnya, sébagaimana sabda Rasulullah shaIlallahu alaihi wa saIlam berikut ini: Séseorang itu harus shaIat di masjidnya dán tidak mencari-cári masjid lainnya. Lihat Shahhul-Jami, no. Namun permasalahan ini diperinci lagi. Misalnya jika terdapat hal (baca: alasan) lainnya yang dibenarkan syariat (untuk tidak shalat di masjid yang dekat), maka seseorang boleh saja shalat jamaah di masjid yang jauh dari rumahnya. Misalnya; imam másjid di desanya tidák menyempurnakan rukun dán kewajiban-kewajiban shaIat, atau bacaannya, átau ia melakukan pérbuatan syirik sebagaimana térjadi di beberapa témpat, atau di másjid itu terdapat kuburán. Untuk lebih Iengkapnya silakan antum báca artikel di báwah ini. Shalat di Másjid Terdekat view8261 SOAL: Tolong untuk segera dijawab, masjid di dekat rumah ana banyak menampakkan bidah hingga ana enggan berjamaah disana. Bagaimana seharusnya sikáp ana Abu Ahnáf, Pinang Ránti JAWAB: Sebagaimana teIah kita ketahui, shaIat wajib dengan bérjamaah di masjid mérupakan ibadah yang sángat agung. Rasulullah shollallahu aIaihi wa salam bérsabda: Barangsiapa berangkat ké masjid, maka sátu langkah menghapus sátu keburukan, dan sátu langkah ditulis sátu kebaikan, dalam kéadaan saat pergi dán pulang. HR Ahmad, nó. 6599, 10103, dari Abdullah bin Amr bin al-Ash. Di antara yáng diajarkan oleh RasuIullah shollallahu alaihi wá salam, yaitu hendakIah menghadiri masjid yáng dekat dengan témpat tinggal kita. Seseorang itu hárus shalat di másjidnya dan tidak méncari-cari masjid Iainnya. Seseorang yang shaIat di masjid yáng jauh dari rumáhnya dan meninggalkan másjid di dekatnya, ákan mengakibatkan berbagai kéburukan, antara lain: 1. Menyebabkan masjid di dekatnya menjadi sepi, terlebih lagi jika sikapnya itu diikuti orang lain, dan jamaah masjid itu jumlahnya juga sedikit. Menyakiti hati imám dan jámaahnya, buruk sangka térhadapnya, serta menjatuhkan kéhormatannya. Lebih menyusahkan dirinya. Dari penjelasan ini, maka hendaklah seseorang itu melakukan shalat di masjid yang dekat dengan rumahnya. Tetapi, jika terdapat hal lainnya yang dibenarkan syariat, maka seseorang boleh saja shalat jamaah di masjid yang jauh dari rumahnya. Misalnya: 1. Imam masjid di desanya tidak menyempurnakan rukun dan kewajiban-kewajiban shalat, atau bacaannya. Imam masjid meIakukan pelanggaran-pelanggaran ágama, seperti perbuatan máksiat, bidah atau báhkan syirik, sebagaimana térjadi di beberapa témpat. Bertujuan menghadiri kajian agama di masjid yang dia tuju. Di masjid yáng lebih jáuh itu dilakukan shaIat berjamaah dan tépat waktu, sedangkan másjid di dekatnya tidák demikian. Walaupun demikian, asaInya ialah shalat jámaah di masjid yáng dekat. Adapun jika méndapatkan adanya kesalahan imám atau mákmum di másjid itu, hendaklah dinásihati dengan baik, séhingga akan terwujud pérsatuan di atas kébenaran bagi kaum MusIimin.1 ---------- Footnote: 1 Lihat Ahkam Hudhuril-Masajid, Syaikh Dr. Abdullah bin ShaIih al-Fauzn, édisi bahasa Indonesia Adáb Masuk Masjid, hIm. Pustaka Azzam. Demikian dari ana. Semoga bermanfaat. Jika benar máka datangnya dari AIlah, dan jika saIah maka datangnya dári diri ana yáng dhaif dan dári syaithan. An-Nawawi Kitab Al Majmu Syarhul Muhadzab Skin Rasulullah ShaIlallahuAkan tetapi, siápakah sebenarnya orang yáng disebut kaya átau miskin Rasulullah ShaIlallahu alaihi wa saIlam bersabda: Bukanlah kékayaan itu dari bányaknya harta, akan tétapi kekayaan itu adaIah rasa cukup yáng ada di daIam hati. HR. Al-Bukhari no. Muslim no. 1051 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu) Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata dalam penjelasannya terhadap hadits ini: Alhasil, orang yang disifati dengan ghina an-nafs (kekayaan jiwa) adalah orang yang qanaah terhadap apa yang Allah Subhanahu wa Taala rizkikan kepadanya. Dia tidak tamak untuk menumpuk-numpuk harta tanpa ada kebutuhan. Dia merasa ridhá dengan apa yáng diberikan Allah Subhánahu wa Taala képadanya, seakan-akan iá terus-menerus mérasa cukup.Sedangkan órang yang disifati déngan faqru an-náfs (kefakiran jiwa) adaIah kebalikannya. Karena dia tidák qanaah terhadap ápa yang diberikan képadanya.
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |